Senin, 27 April 2009

METODE PENELITIAN SURVEY

ANGGOTA KELOMPOK III

1. Petrus Sales Menti

070403020017

2. Abdul Hanan

070403020006

3. Ahmad Fathoni

076403020008

METODE PENELITIAN SURVEY

Dalam kamus disebutkan pengertian survey, yaitu tindakan mengukur atau memperkirakan. Namun dalam penelitian survey lebih berarti sebagai suatu cara melakukan pengamatan di mana indikator mengenai variabel adalah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada responden baik secara lisan maupun tertulis. Survey biasanya dilakukan satu kali. Peneliti tidak berusaha untuk mengatur atau menguasai situasi. Jadi perubahan dalam variabel adalah hasil dari peristiwa yang terjadi dengan sendirinya.

Penelitian survey termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif (lihat Rachmat, 1987), meskipun dalam survey sudah banyak dikembangkan menjadi penelitian-penelitian yang sudah mulai melakukan ‘inferensial’, melakukan prediksi tertentu. Contoh soal: Sensus penduduk biasanya dilakukan setiap lima tahun dan menjelang pemilihan umum. Di antara sensus yang dilakukan lima tahun sekali, biasanya dilakukan SUPAS (survey penduduk antar sensus). Karena hanya survey, maka berlaku teknik sampling. Tidak semua penduduk dijadikan responden. Dalam hal ini hasil survey diharapkan sanggup ‘menginferens, meramalkan dalam tingkatan tertentu terhadap situasi dan kondisi kependudukan pada umumnya.

Survey sampling Survey sampling artinya kegiatan survey yang menggunakan sampling. Di sini maksudnya adalah tidak semua unit analisis dalam populasi diamati satu per satu, akan tetapi hanya sebagian saja, yang diwakili oleh sampel.

Membuat kuesioner Salah satu instrumen pengumpul data dalam penelitian adalah kuesioner, atau disebut juga daftar pertanyaan (terstruktur). Kuesioner ini biasanya berkaitan erat dengan masalah penelitian, atau juga hipotesis penelitian yang dirumuskan. Disebut juga dengan istilah pedoman wawancara (interview schedule), namun kita akan menggunakan istilah generiknya yaitu kuesioner. Sebelum mebuat kuesioner, ada baiknya peneliti mengantisipasi kemungkinan adanya kesalahan yang sering terjadi berkaitan dengan pelaksanaan pengumpulan data dari responden.

Beberapa permasalahan yang mungkin dan bahkan sering terjadi dan bagaimana cara memperbaikinya adalah sebagaimana disarankan oleh Bailey (1987), sebagai berikut:

(1). Responden sering menganggap wawancara tidak masuk akal dan bahkan sering menganggapnya sebagai dalih (subterfuge) untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya komersial. Alternatif pemecahannya antara lain adalah menyampaikannya dalam pengantar bahwa penelitian yang akan dilakukan benar-benar untuk tujuan nonkomersial. Tentu saja dengan kata-kata yang baik dan sopan.

(2). Responden merasa terganggu dengan adanya informasi yang dirasa menyerang dirinya atau kepentingannya, misalnya takut dirilis di media massa. Pemecahannya adalah menghindari pertanyaan yang sensitif, serta diyakinkan bahwa tidak akan ada nama responden di dalamnya.

(3). Responden menolak bekerja sama atas dasar pengalaman masa lalu. Upayakan untuk meyakinkan responden bahwa ini beda, beri pengertian bahwa responden dalam hal ini turut berjasa dalam membantu penelitian ini.

(4). Responden yang tergolong dirinya kelompok minoritas sehingga merasa lelah karena sering dijadikan kelinci percobaan (guinea pig). Ini jarang terjadi di negeri kita. Namun jika hal seperti ii terjadi, peneliti bisa menggunakan instrumen lain., atau bahkan mencari sumber data yang lain.

(5). Responden orang ‘penting’ dan sering merasa tahu akan apa yang akan ditelitinya. Cara pemecahannya adalah dengan metode menyanjung orang penting tadi, misalnya dengan mengatakan bahwa hanya dialah orang satu-satunya yang bisa memberikan informasi tentang masalah ini.

(6) Responden menjawab dengan pertimbangan normatif, berpikir baik atau jelek. Katakan kepadanya bahwa penelitian ini semata-mata untuk pengembangan ilmu, dan bukan untuk kepentingan lain. Selain itu nama responden juta tidak perlu dicantumkan.

(7). Responden merasa takut akan ‘kebodohannya’ dalam menjawab pertanyaan ini. Katakan kepadanya bahwa jawaban apapun dari responden itu penting, dan tidak ada yang salah dalam menjawab.

(8). Responden mengatakan tidak ada waktu untuk menjawabnya, atau merasa itu bukan bidang minatnya. Pemecahannya adalah mengatakan bahwa dialah satu-satunya orang yang bisa memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.


Sumber: Pawit M. Yusup




http://www.ziddu.com/download/4505133/MPI.pdf.html

Rabu, 22 April 2009

riset pengembangan

KELOMPOK 4
1.Viktor Petrus Matuan (076403020045)
2.Mariano A.W (0704030200)
3.Purwoko Dwi C(070403020033)
4. Dwi Sugi (076403020006)

METODE DDESKRIPTIF RISET PENGEMBANGAN
c. Riset Pengembangan

Penelitian ini berguna untuk memperoleh informasi tentang perkembangan suatu objek dalam waktu tertentu.
“Pola pikir membangun bangsa haruslah berbasis Iptek,” kata Ir. Hatta Rajasa, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Ristek) ini. Ditegaskannya, dalam Propenas 2000-2004 bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dituntut berperan dalam percepatan pemulihan ekonomi. Menteri yang seluruh rambutnya berwarna putih perak ini akhirnya harus melakukan reorientasi bahkan hingga ke reformasi kebijakan agar Iptek turut mendukung pemecahan masalah yang dihadapi bangsa.

Selain pola pikir berbasis Iptek, dia juga mengajak bangsa ini agar mempunyai cara pandang dan wawasan yang sama tentang Iptek. Misalnya, lihatlah riset dan pengembangan Iptek sebagai investasi bukan cost yang mahal. Sebab, UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek mengamanatkan tanggungjawab penelitian bukan lagi monopoli pemerintah, tapi juga menuntut peran serta masyarakat. Berangkat dari kerangka UU itulah jajaran Kementerian Ristek harus bekerja keras mendorong kebangkitan teknologi di negeri ini.

Misalnya, membuat peta kemampuan Iptek di Indonesia lewat program Periskop, menetapkan skala prioritas riset, turut menjaga ketahanan pangan, membangun pusat peraga Iptek (science center) sebagai wahana pembelajaran yang rekreatif dan edukatif, membangun BioIsland sebagai Kawasan Terpadu Penelitian dan Pengembangan Industri yang berbasis bioteknologi di Rempang-Barrelang (Batam), demikian pula agrotechno-park di daerah sebagai program percontohan pengelolaan kawasan terpadu yang mengintegrasikan berbagai Iptek dan manajemen dalam penerapan agroindustri dan agribisnis, dan berbagai program lainnya agar tercapai tujuan pola pikir membangun bangsa yang berbasis Iptek.

Development research atau riset pengembangan adalah metode penelitian yang menekankan kepada dua hal yaitu : pengembangan prototype suatu product dan proses saat product tersebut di buat serta di ujic

Riset Kolerasi (Deskritif)

kelompok 8

demy A
tri m
gigih p

Strategika!
Pengujian Efisiensi Lemah Pasar Modal Indonesia


PENDAHULUAN
Dalam pasar modal, pengertian pasar yang efisien dapat didefiniskan dalam dua pengertian: “konsep persaingan para analis” dan “konsep hukum jumlah yang besar”.
Penjelasan pertama pasar efisien adalah tentang persaingan kegiatan atau aktivitas dari para analis sekuritas. Setiap analis akan mencari dan mendeteksi adanya kesalahan penetapan harga saham, dan jika mungkin menyusun suatu portfolio yang memiliki investasi nol tetapi dengan pengharapan return yang tidak nol. Sekalipun setiap analis dapat menguji setiap informasi yang tersedia, sejumlah besar analis melakukan pengujian yang sama sehingga mengakibatkan adanya informasi yang segera mempengaruhi harga saham. Dengan kata lain, pasar efisien terbentuk karena adanya perhatian besar pada saham-saham yang diamati oleh sebagian besar analis, serta perhatian yang sedikit pada saham-saham yang kurang diamati analis.

Dalam pengertian ini ada ungkapan yang dikembangkan oleh Equity Research Associates: “Semakin besar dan semakin memiliki visi suatu perusahaan, maka semakin ‘sempurna’ pasarnya”, dalam pengertian ‘sempurna’ yang berarti bahwa sebagian besar faktor yang berpengaruh terhadap harga saham diketahui oleh pasar. Sebaliknya semakin kecil dan semakin tidak dikenal suatu perusahaan, maka semakin ‘tidak sempurna’ harga sahamnya.
Penjelasan mengenai pasar yang efisien ini selanjutnya menjadi suatu paradox yang setiap kali ditandai dalam suatu pasar yang kompetitif. Hal ini bisa dipahami, karena kalau pasar menajdi efisien karena aktivitas dari para analis, maka akan timbul pertanyaan: apa sebenarnya sumbangan dari analis-analis tersebut pada kelanjutan kegiatan analisis sekuritas?
Penjelasan kedua adalah mengenai Hukum Jumlah yang Besar (the law of large number). Setiap analis individu dapat membuat suatu kesalahan dari suatu judgement atau suatu perkiraan. Betapapun, membuat suatu kesalahan perkiraan adalah suatu yang independen dan tidak tergantung pada seluruh analis, mereka secara terpisah melakukan proses penilaian harga. Karena jumlah analis yang besar, dan ketidaktergantungan kesalahan mereka, maka suatu kesepakatan yang secara luas terbentuk akan dipakai sebagai suatu informasi yang lebih berpengaruh terhadap pasar, bahkan jika dibandingkan dengan sebuah informasi yang dibuat oleh seorang analis paling hebat sekalipun.
Dengan penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa semakin banyak jumlah analis dan semakin rendah korelasi antara kesalahan perkiraan atau judgment yang dibuat oleh seorang analis individu, maka semakin efisien suatu pasar.
Dalam kegiatan pasar modal, perilaku perubahan harga saham yang tak tentu ini terbentuk karena kegiatan dua macam analis investasi. Pertama adalah para analis yang mempelajari bisnis perusahaan dan mencoba membuka informasi tentang kemampulabaan perusahaan yang akan memberikan informasi terhadap harga saham. Para peneliti ini dikenal sebagai fundamental analyst. Persaingan di antara para fundamanetal analyst ini cenderung akan membuat harga mencerminkan semua informasi yang terkait. Dengan banyaknya informasi fundamental yang ada, penjelasan tentang harga saham akan menjadi seragam sehingga perubahan harga tidak bisa diramalkan.
Kedua adalah para peneliti yang mempelajari catatan harga di masa lalu dan mencari siklus-siklus tertentu dari perubahan harga di waktu yang telah lalu tersebut. Analis semacam ini dinamakan technical analyst. Persaingan dalam analisis teknis ini cenderung membuat harga saham pada saat ini mencerminkan semua informasi dalam urutan harga pada waktu yang lalu. Dengan banyaknya informasi teknikal yang tersedia, penjelasan tentang harga saham menjadi beragam sehingga perubahan harga tidak dapat diperkirakan.
TIGA TINGKAT EFISIENSI PASAR MODAL
Ada tiga tingkatan efisiensi pasar modal. Pertama adalah keadaan pada saat harga-harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga di masa lalu. Dalam keadaan seperti ini seorang pemodal tidak dapat memperoleh tingkat keuntungan yang lebih tinggi dari keadaan normal dengan menggunakan trading rules yang berdasarkan atas informasi harga di waktu lalu, atau perubahan harga saham di masa lalu tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan harga saham di masa mendatang. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi yang lemah (weak form efficiency). Penelitian menunjukkan bahwa setidaknya sebagian besar pasar modal setidaknya efisien dalam bentuk ini.
Tingkat efisien yang kedua adalah keadaan yang tidak hanya mencerminkan harga-harga di waktu lalu, tetapi juga semua informasi yang dipublikasikan. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi setengah kuat (semi strong efficiency). Dengan kata lain pemodal tidak dapat memperoleh keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan informasi publik. Para peneliti telah menguji keadaan ini dengan melihat peristiwa-peristiwa tertentu seperti penerbitan saham baru, pengumuman laba dan dividen, perkiraan tentang laba perusahaan, perubahan praktek-praktek akuntansi, merger, divestasi, dan sebagainya. Kebanyakan informasi ini dengan cepat dan tepat dicermnkan dalam harga saham.
Bentuk ketiga adalah efisiensi kuat (strong forms). Dalam keadaan ini, harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga semua informasi yang bisa diperoleh dari analisis fundamental tentang perusahaan dan perekonomian dan informasi-informasi lain yang tidak dipublikasikan. Dalam keadaan semacam ini pasar modal akan menjadi seperti tempat pelelangan yang ideal, harga akan menjadi sangat wajar, dan tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan yang lebih baik mengenai harga saham. Kebanyakan pengujian pasar modal dalam bentuk ini dilakukan terhadap prestasi berbagai portofolio yang dikelola secara profesonal, misalnya mutual funds. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasar modal yang memiliki efisiensi kuat, tidak ada perbedaan signifikan antara prestasi portofolio yang dkelola secara profesional dengan portofolio yang tidak dikelola secara profesional.
PENGUJIAN EFISIENSI PASAR
Untuk menguji apakah pasar modal efisien dalam bentuk yang paling lemah, dipergunakan antara lain pengujian korelasi perubahan harga saham pada suatu time lag tertentu. Sesuai dengan uraian di atas, maka pada kondisi efisien lemah, berarti perubahan harga saham pada waktu yang lalu tidak dapt dipergunakan untuk memperkirakan perubaha harga saham saat ini atau saat mendatang. Karena itu untuk mengujinya dilakukan dengan mengamati korelasi perubahan harga saham di waktu lalu dengan perubahan harga saham di masa berikutnya.
Apabila Pt adalah harga saham pada waktu t, maka dalam bahasa matematis, pengujian tersebut dilakukan terhadap model berikut:
Pt – Pt-1 = a + b*(Pt-1-k – Pt-2-k) + et
Parameter a menunjukkan perubahan harga yang tidak berkorelasi dengan perubahan harga di waktu lalu. Karena sebagian besar saham mempunyai tingkat keuntungan yang positif, maka a seharusnya positif. Parameter b menunjukkan hubungan antara perubahan harga di waktu lalu dengan perubahan harga di masa yang akan datang. Apabila k = 0, maka persamaan tersebut menunjukkan hubungan antara perubahan harga yang akan datang dengan perubahan harga yang terakhir. Apabila k = 1, maka persamaan tersebut menunjukkan hubungan antara perubahan harga saham yang akan datang dengan perubahan harga saham dua periode sebelumnya, dan seterusnya. Parameter e merupakan angka acak, termasuk dalam variabilitas perubahan harga saat ini dan tidak berkorelasi dengan perubahan harga yang lalu. Diharapkan nilai b tidak berbeda dengan Nol, yang berarti bahwa tidak ada hubungan dengan perubahan harga lalu dengan perubahan harga yang akan datang.
Untuk menguji korelasi beda time lag yang ada, secara singkat bisa dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi [r] dari [Pt – Pt-1] terhadap [Pt-1-k – P1-2-k]. Apabila perubahan harga saham betul-betul mengikuti pola random walk, maka koefisien korelasi akan sama dengan Nol. Hasil yang diperoleh mungkin tidak akan sama dengan Nol, mungkin hanya mendekati Nol. Untuk itu perlu dilakukan pengujian, apakah koefisien ini cukup berbeda (significantly different) dari Nol. Pengujian beda dari Nol ini menggunakan 2 standard error.
Pengujian terhadap 40 saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama tahun 1994-1995 menunjukkan bahwa rata-rata absolut koefisien korelasi, secara umum tidak lebih besar dari 2 standard error.
Rata-rata absolut sebesar 0,07931 untuk Lag 1 menunjukkan bahwa perubahan harga saham pada bulan sebelumnya rata-rata hanya menjelaskan sekitar (-0,07931)^2 atau 0,629% perubahan harga saham bulan ini. Perubahan harga saham dua bulan lalu menjelaskan sekitar 0,0665% perubahan harga saham bulan ini, perubahan harga saham tiga bulan lalu menjelaskan 0,0315% perubahan harga saham bulan ini, dan perubahan harga saham empat bulan lalu menjelaskan sekitar 0,0717% dari perubahan harga saham bulan ini.
Perubahan indeks harga saham gabungan juga diamati dengan melakukan regresi berganda perubahan harga saham suatu saat tertentu terhadap perubahan harga bulanan satu bulan sebelumnya, dua bulan sebelumnya, tiga bulan sebelumnya dan empat bulan sebelumnya.
Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa harga saham saat ini (lag empat) tidak dapat dijelaskan oleh suatu model yang terdiri dari perubahan harga saham bulanan satu bulan sebelumnya (lag tiga), perubahan harga saham bulanan dua bulan sebelumnya (lag dua), perubahan harga saham bulanan tiga bulan sebelumnya (lag satu) dan perubahan harga saham bulanan empat bulan sebelumnya (lag nol).
Sekalipun koefisien korelasi lag empat – lag nol mempunyai nilai t yang signifikan, tetapi pengamatan pada nilai r^2 pada model 1 hanya sebesar 0,3018% dan pada model 5 hanya sebesar 2,313%. Model yang lainnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hasil regresi berganda ini konsisten dengan pengujian analisa korelasi sebelumnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan uji korelasi dari masing-masing time lag diperoleh kesimpulan bahwa hanya ada lima dari empat puluh saham yang diamati mempunyai korelasi lebih dari 2 standard error pada Lag1, hanya satu pada Lag 2, tiga pada Lag 3, dan satu pada Lag 4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar modal Indonesia, dalam hal ini Bursa Efek Jakarta, setidaknya telah efisien dalam bentuk lemah.
Penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah Pasar Modal Indonesia efisien dalam bentuk setengah kuat bisa dilakukan dengan melakukan event study. Tetapi bentuk efisiensi setengah kuat pada Pasar Modal Indonesia nampaknya tidak akan terbukti pada saat ini apabila kita memperhatikan hasil pengujian Standard CAPM di Bursa Efek Jakarta. Hal ini bisa dipahami karena pengujian CAPM pada dasarnya adalah pengujian hipotesa bersama antara efisiensi pasar dan CAPM. Pada pengujian Standard CAPM yang dilakukan penulis di BEJ dengan data 1994-1995 terbukti CAPM tidak berlaku di Bursa Efek Jakarta.
RUJUKAN
Arianto, E., “Pengujian Standard CAPM di Bursa Efek Jakarta, pengamatan selama 1994-1995“, majalah Manajemen, edisi. Sep-Okt 1996.
Brealey, R., and Myers, S., 1991, Principles of Corporate Finance, McGraw Hill, New York.
Black, F., Jensen, M.C., and Scholes, M., 1972, “The Capital Assets Pricing Model: Some Empirical Test”, in Jensen (ed.) Studies in the Theory of Capital Markets, New York: Prager
Foster, George, 1986, Financial Statement Analysis, Prentice Hall, New Jersey.
Hanafi, M., dan Husnan, S., 1991, “Perilaku Harga Saham di Pasar Perdana: Pengamatan di Bursa Efek Jakarta selama 1990”, Management dan Usahawan Indonesia, November.
Husnan, S., “Efisiensi Pasar Modal Indonesia”, Jurnal Ekonomi Indonesia, April, 1991.
Husnan, S., Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisa Sekuritas di Pasar Modal, UPP-AMP YKPN, Yogyakarta.
Sarnat, M., and Levy, H., 1994, Capital Investment & Financial Decisions, Prentice Hall, New Jersey.

Selasa, 21 April 2009

Penelitian dg Metode Eksperimen

Kelompok 9 :
1. Arif Setiawan (070403020028)
2. Agiyanto (070403020032)
3. Irwanto (070403020031)

Teknik Sentrifugasi untuk Meningkatkan Penemuan Bakteri Tahan Asam (Bta) dari Sputum Penderita Tbc Melalui Metode Zielh-Neelsen


Penulis : Merryani Girsang, Center for Research and Development of Disease Control, NIHRD

TBC adalah salah satu penyakit menular yang dapat menularkan bakteri tuberculosis kepada orang lain disekitar penderita, penyakit ini banyak ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosio ekonomi rendah dan lemah. Untuk itu diperlukan suatu tindakan dalam membantu penderita TBC, agar kuman tuberculosis penyebab penyakit dapat dengan segera diketemukan, dan penderita cepat diobati dan sembuh sehingga tidak menular kepada orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode alternatif pemeriksaan laboratorium melalui teknik sentrifugasi pada sampel sputum penderita TBC di Rumah Sakit Paru Cisarua Bogor. Tujuan penelitian meningkatkan perolehaan jumlah BTA (Bakteri Tahan Asam) dengan pertimbangan teknik pemeriksaannya mudah, murah dengan tingkat akurasi hasil yang memadai.

Penelitian dilaksanakan tahun 2000/2001, dari populasi suspek TB-paru dengan pengambilan sputum pagi dan siang dari 112 orang, dengan metode eksperimen study melalui cara konvensional dan teknik sentrifugasi, analisis data dengan t-test pada P=0,05, peningkatan perolehan jumlah BTA (Bakteri Tahan Asam) menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kedua uji yaitu Fhitung > Ftabel, dengan teknik sentrifugasi perolehan bakteri tahan asam lebih meningkat daripada cara konvensional.

Hasil penelitian digambarkan melalui tabulasi frekwensi dengan prosentase dan histogram. Teknik sentrifugasi menunjukkan peningkatan penemuan Bakteri Tahan Asam (BTA) pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan, yaitu sebesar 68 (61,71%) dan 44(39,29%) perempuan, yang diikuti dengan peningkatan pada usia produktif kerja antara usia 30-44 tahun sebanyak 53 orang (46,43%). Pengambilan sputum pagi lebih baik daripada sputum siang. Pada sputum pagi meningkat sebesar 52 (46,43%) dan siang sebesar 32 (28,57%) Penelitian ini sebagai preliminary study untuk penelitian lanjutan, dan sebagai informasi bagi program TB-paru untuk kebijakan dalam peningkatan pengetahuan terhadap mutu pemeriksaan BTA di puskesmas atau rumah sakit, agar false positip atau false negatip tidak terjadi, sehingga angka kesalahan pemeriksaan laboratorium kurang dari 5% terlaksana dengan baik, dan Obat Anti Tuberculosis (OAT) dapat berdaya guna penyembuhan penderita TB-paru di masyarakat.

Pustaka :
1. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Vol. 13 (4) 2003 : 23-31
2. http://digilib.litbang.depkes.go.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-grey-2003-merryani-1663-tbc&newtheme=green

Metode deskriptif menggunakan riset dokumen

kelompok 6

Ahmad Asnawi(070403010032)

Aris Syafrudin(070403010005)

Wisnu Yudha Sanjaya(070403010009)


Seorang gadis memasuki bar dan berkata pada bartender, “Berikan saya Diet Coke. Tolong saya jangan diganggu karena saya ingin mengamati cowok-cowok yang sedang meminum bir di pojok sana.” Bukan, ini bukan kalimat awal dari sebuah lelucon. Bila Anda adalah bartender tersebut, yang sedang Anda hadapi kemungkinan adalah seorang etnografer yang dipekerjakan oleh perusahaan.

Apa itu etnografer? Etnografer adalah praktisi ilmu etnografi, tentunya. Iya.. iya.. tahu.. Lalu apa itu etnografi?

Berasal dari antropologi, etnografi adalah metode riset yang menggunakan observasi langsung terhadap kegiatan manusia dalam konteks sosial dan budaya sehari-hari. Etnografi berusaha mengetahui kekuatan-kekuatan apa saja yang membuat manusia melakukan sesuatu. Karena alasan itu, metode etnografi ini mulai dilirik dunia bisnis untuk membantu mengungkapkan keinginan konsumen terdalam yang sering tidak bisa didapatkan dari metode riset konsumen lainnya seperti survei atau focus group. Etnografi memberi dunia bisnis alat untuk melihat ke dalam perkembangan budaya yang sedang in saat ini, atau faktor-faktor gaya hidup yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam berinteraksi dengan produk-produk seperti bir, pasta gigi, asuransi, sampai rumah. Para etnografer ini akan tertarik bila melihat seseorang yang mengatakan suka makanan sehat, namun memesan secangkir ice blended coffee dengan cream berlimpah, misalnya. Seperti pernyataan Eric Arnould, profesor Marketing dari University of Nebraska, “Ethnography is a way to get up close and personal with consumers.”

Cerita tentang riset di bar di alinea pembuka di atas, misalnya, pernah dijalani oleh tim dari Ogilvy & Mather, salah satu perusahaan periklanan terbesar di dunia. Ogilvy menugaskan beberapa tim untuk mengunjungi bar-bar di US dan menyaksikan dari dekat para peminum bir. Mereka merekam apa yang dilihatnya untuk menangkap momen-momen yang bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya dilakukan konsumen terhadap produknya. Bandingkan ini dengan metode survei atau focus group yang hanya menanyakan apa yang dipikirkan konsumen. (Apa yang dipikirkan dan dikatakan sering tidak sama dengan apa yang dilakukan, sementara untuk perusahaan, yang penting adalah apa yang benar-benar dilakukan konsumen.)

Sebagai contoh dari dunia nyata, Whirlpool pernah memakai etnografer untuk melakukan studi terhadap pemakai bak mandi mewah. Mereka melakukan studi terhadap 15 keluarga dengan mengadakan wawancara dan merekam kegiatan mandi (jangan berpikiran kotor dulu, para partisipan memakai baju mandi selama studi ini). Mereka juga mengajukan pertanyaan seperti, “Bila Anda memikirkan bak mandi, gambar apa yang muncul di pikiran Anda?” Setelah itu, mereka diminta mencari gambar-gambar dari majalah yang sesuai dengan perasaan tersebut. Tema yang muncul dari studi tersebut adalah konsumen sering melihat pengalaman mandi di bak sebagai “pengalaman transformasi.” Dari studi tersebut, bak mandi mewah produksi Whirlpool diberi nama “Cielo” yang berarti “surga” dalam bahasa Italia.

Atau kembali ke bar tadi. Tim dari Ogilvy akan mencatat bagaimana para kelompok pria tersebut berinteraksi. Seberapa dekat mereka berdiri satu sama lainnya? Bagaimana mereka memberi salam? Siapa yang memberi salam terlebih dahulu? Bagaimana pola percakapan yang terjadi? Bagaimana bahasa tubuh mereka? Apakah ada hirarki dalam kelompok tersebut, dan bila ada, bagaimana polanya? Bila ada konflik, bagaimana mereka menyelesaikannya?

Pada saat kembali ke kantor, tim ini akan menganalisa semua rekaman video dari bar-bar yang telah dikunjungi. Di sanalah, mereka akan mencari perbedaan antara peminum bir dengan merek yang berbeda. Misalnya dalam kasus ini, tim dari Ogilvy berhasil mendapatkan perbedaan antara peminum bir Miller Lite dan kompetitornya Bud Lite. Miller lebih disukai untuk diminum dalam kelompok, sementar Bud lebih disukai bila diminum sendirian. Para peminum Miller juga lebih ekspresif, sementara para peminum Bud lebih suka pamer. Berbekal pengetahuan lapangan tersebut, konsep iklan atau positioning produk yang tepat bisa dibangun.

Di dunia teknologi, Intel adalah salah satu perusahaan yang telah lama menarik manfaat dari etnografi untuk meluncurkan inovasi baru. Misalnya saja ketika perusahaan tersebut mengirim seorang etnografer untuk mengunjungi desa-desa di India selama dua tahun, etnografer tersebut melihat bahwa banyak warnet-warnet yang didirikan di desa-desa. Namun, listrik sering padam (kadang sampai berhari-hari) dan jalan-jalan desa masih banyak yang belum diaspal. Berbekal pengetahuan tersebut, Intel meluncurkan India Community PC, sebuah komputer dengan filter debu, bisa bertahan pada suhu tinggi, dan bisa dijalankan dengan baterai besar untuk dijual ke warnet-warnet di pedesaan India.

Hewlett Packard (HP) juga tidak ingin ketinggalan kereta. Ketika mereka melakukan studi di kantor-kantor di Inggris, mereka melihat adanya pola komunikasi di tempat kerja di Inggris. Mereka sering berkomunikasi sambil mendiskusikan dokumen-dokumen. HP menyadari bila mereka bisa menciptakan alat yang mampu memudahkan komunikasi yang melibatkan dokumen, alat tersebut akan sangat bermanfaat. Mereka lalu mengembangkan DeskSlate, alat yang bisa dihubungkan ke saluran telepon dan membantu pengguna untuk melihat dokumen elektronis sambil berbicara lewat telepon.

Namun etnografi tentu bukanlah obat ajaib untuk perusahaan yang ingin memahami konsumennya lebih dalam. Selain biayanya yang relatif tinggi, masih sedikit ahli yang benar-benar mampu melakukannya dengan baik. Waktu yang dibutuhkan untuk metode ini juga relatif lebih panjang. Metode-metode riset lainnya seperti focus group tetap dibutuhkan untuk memverifikasi ulang temuan para etnografer.

Untuk para antropolog di Indonesia yang selama ini jarang kedengaran ceritanya, semoga perkembangan ini bisa dimanfaatkan juga. Sementara bagi Anda yang lain: Bila Anda sedang duduk-duduk di pub atau cafe, dan melihat segerombolan lawan jenis Anda yang sedang melihat Anda dengan penuh minat, jangan GR dulu. Mungkin Anda sedang dijadikan bahan riset

desain deskriptif

kelompok 16
Fredyrian Ndapa Ole(070403010027)
Andi Widianto(070403010001)
Hery matzusaki(070403010020)

contoh studi kasus dengan desain deskriptif

Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau ”dereriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Maslim, 2002).
Skizofrenia dalam Chaplin (2006) dikatakan sebagai reaksi psikotis dari gangguan psikologis yang dicirikan:
1. Pengunduran diri atau pengurungan diri.
2. Gangguan pada kehidupan emosional dan afektif.
3. Bergantung pada tipe dan adanya:
a. Halusinasi
b. Delusi
c. Tingkah laku negativistis.
d. Kemunduran atau kerusakan yang progesif
Simtom-simtom yang dialami penderita skizofrenia mencakup gangguan dalam hal penting antara lain berupa gangguan pikiran, persepsi, dan perhatian; perilaku motorik; afek atau emosi; dan keberfungsian hidup. Rentang masalah orang-orang yang didiagnosis menderita skizofrenia sangat luas, meskipun dalam satu waktu penderita umumnya mengalami hanya beberapa dari masalah tersebut (Davidson dkk, 2006). Skizofrenia berbeda dengan kategori diagnostik yang lain sebab tidak ada simtom penting yang harus ada untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
Penyebab gangguan skizofrenia secara pasti belum dapat diketahui, namun beberapa ilmuwan mengatakan peran faktor-faktor genetik berpengaruh terhadap timbulnya gejala skizofrenia. Hal ini diperkuat dengan beberapa studi yang dilakukan, antara lain studi keluarga, studi orang kembar dan studi adopsi. Studi keluarga menghasilkan bahwa para kerabat pasien skizofrenia memiliki resiko yang lebih tinggi, dan resiko tersebut semakin tinggi bila hubungan kekerabatannya semakin dekat. Sedangkan studi orang kembar menghasilkan bahwa kembar monozigot (identik) lebih akan mengalami resiko terkena skizofrenia lebih tinggi jika salah satunya mengalami gangguan skizofrenia, dapat dilihat dalam tabel 1 (pada latar belakang permasalahan umum). Studi adopsipun mendukung dengan menyatakan bahwa anak-anak dari ibu yang mengalami skizofrenia dan dirawat oleh orang lain sejak bayi, anak-anak tersebut mengalami skizofrenia, lemah mental, gangguan psikotik dan neorotik. Dari ketiga studi ini memperkuat adanya pengaruh genetik dengan gangguan skizofrenia yang dialami individu, hal ini akan semakin diperkuat dengan faktor psikososialnya. Namun demikian skizofrenia dapat pula timbul dikarenakan oleh stress yang berat, adanya infeksi virus dan faktor kemiskinan yang berkepanjangan.
Gejala-gejala skizofrenia awal terjadinya skizofrenia terkadang tidak disadari oleh keluarga maupun orang terdekat. Pada awalnya orang yang menderita skizofrenia mengalami gangguan tidur, menarik diri dari lingkungan, kurang dapat berkonsentrasi dan adanya perubahan kepribadian. Gejala ini akan terus meningkat dengan berjalannya waktu jika tidak ditangani dengan segera semakin lama akan nampak aneh, sebab orang yang mengalaminya akan nampak tidak wajar antar lain: marah-marah tanpa sebab, berbicara tidak masuk akal, melakukan tingkah laku yang tidak wajar dan memiliki pandangan terhadap sesuatu secara tidak wajar. Gejala tersebut berkembang yang memunculkan waham, halusinasi dan terjadi gangguan pikiran.
Gangguan pikiran yang dialami oleh penderita skizofrenia dipengaruhi oleh emosi penderita yang tidak stabil. Berdasarkan data yang didapatkan peneliti pada penderita skizofrenia rata-rata mengalami emosi yang tidak stabil, antara lain penderita skizofrenia mengalami: marah-marah, membanting-banting barang, mengamuk, dan teriak-teriak tanpa sebab. Oleh karena itu dibutuhkan terapi dalam menangani individu yang mengalami skizofrenia. Dengan hal yang tersebut diatas maka peneliti menawarkan terapi penanganan bagi penderita skizofrenia yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya. Penelitian yang dibuat peneliti ini juga bertujuan untuk membantu masyarakat pada umumnya mengetahui gejala-gejala gangguan psikologis (khususnya skizofrenia) dan khususnya bagi orang tua yang memiliki anak remaja dapat mengetahui gejala awal gangguan psikologis penyebab skizofrenia serta dapat melakukan usaha pencegahan terjadinya gangguan psikologis tersebut.
Agar penderita skizofrenia dapat mengenali reaksi emosi yang dialami, maka dalam melakukan hal tersebut penderita memerlukan konsentrasi. Konsentrasi sendiri terjadi apabila terjadi proses integrasi antara otak kanan dan otak kiri, dan hal ini yang belum terjadi pada penderita skizofrenia. Maka diperlukan suatu metode dalam mensinergikan antara otak kanan dan otak kiri, salah satunya dapat dilakukan dengan brain gym sebab brain gym dapat menyentuh aspek fisik dan aspek psikologi (emosi dan kognitif). Menurut Dennison&Dennison (2006) brain gym sangat cocok untuk kebutuhan khusus bahkan orang dengan kerusakan otak dan dapat meningkatkan energi (vitalitas) dengan melakukan gerakan-gerakan dalam kegiatan sehari- hari. Gerakan brain gym yang sederhana dan mudah dapat diikuti oleh penderita skizofrenia. Hal ini dikarenakan gerakan sederhana tersebut dapat menstimulus tubuh termasuk otak.
Penanganan yang dilakukan terhadap pasien skizofrenia selama ini meliputi penanganan secara psikologi, perawatan dan medis. Secara medis penderita diberikan obat sebagai mengontrol, secara perawatan penderita diberikan pengarahan tentang perawatan diri dan secara psikologis penderita diberikan pengarahan pengelolaan emosi. Maka untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam beberapa penanganan tersebut dibutuhkan kemampuan yang dapat mempengaruhi psikis maupun fisik. Penerapan brain gym pada penderita skizofrenia merupakan salah satu cara yang digunakan oleh peneliti sebagai terapi untuk membantu mengoptimalkan konsentrasi dalam hal pemusatan perhatian dan pengelolaan emosi.

http://grahacendikia.wordpress.com/category/keperawatan/
Kelompok 15
Contoh Riset dengan Desain Deskriptif

Nama Kelompok:

1. Hasan Bashroni (070403010013)

2. Agung.S (070403010004)
3. Aandra


Contoh Riset dengan Desain Deskriptif

SEGMENTASI PASAR DAN POSITIONING PRODUK KOSMETIKA UNTUK KULIT WAJAH DI SURABAYA

ABSTRAK: Segmentasi pasar adalah studi untuk men-segmentasikan atau mengelompokkan pasar ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen sehingga perusahaan dapat mengetahui profil konsumen yang akan dituju. Apabila perusahaan telah mengetahui target pasarnya, maka strategi pemasaran perusahaan dapat terfokus pada target pasar dan perusahaan dapat menempatkan produk secara tepat di benak konsumen. Penempatan produk dalam persepsi konsumen tersebut dapat didekati dengan analisis positioning. Dengan latar belakang tersebut, masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimana segmentasi pasar dan positioning produk kosmetika untuk kulit wajag di Surabaya. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk membuat segmentasi pasar dan positioning produk kosmetika berdasarkan persepsi konsumen.


Penelitian ini menggunakan desain riset deskriptif tanpa hipotesis dengan metode penelitian berbentuk survei dengan cara penyebaran kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Surabaya dengan jenis kelamin wanita yang menggunakan kosmetika. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pendekatan non-probability sampling dengan teknik Purposive Sampling . Teknik Analisis Data untuk variabel segmentasi pasar adalah dengan analisis Analisis cluster dan untuk variabel Positioning digunakan alat analisis Multi Dimensional Scaling (MDS). Hasil penelitian adalah a). Profil Segmen 1: konsumen yang mapan, pengetahuan akan kosmetika tinggi, inovatif, up to date, dan foreign made orientation, other directed, antusias, inertia dan soft core loyal, valuable, sangat tergantung pada kosmetika untuk kulit wajah, pemakai rutin dan besar (banyak). b). Profil Segmen 2: Early and late majority dan tidak up to date, tidak inovatif dan tidak terlalu mengikuti perkembangan kosmetika, realistis dan moderate userate, etnosentris dan inner directed, pengetahuan akan kosmetika dalam kategori sedang dan bersifat hard core loyal. c). Profil Segmen 3: late majority, tidak antusias, dan laggard, inner directed, memiliki pengetahuan akan kosmetika rendah, moderate awareness dan moderate attitude, lower use rate dan situasional, soft core loyal. d). Positioning untuk Kombinasi Merek A: Viva, Mirabella, Pixy, Kelly dan Ratu Ayu. Pixy dan Mirabella memiliki jarak terdekat. Dengan demikian dapat dikatakan Pixy dan Mirabella saling bersaing secara langsung (direct competitor) sedangkan Viva, Kelly dan Ratu Ayu tidak bersaing secara langsung satu sama lain (indirect competitor). e). Positioning Kombinasi Merek B: Mustika Ratu, Sari Ayu, La Tulipe, Revlon dan Avon. Sari Ayu dan Mustika Ratu memiliki jarak terdekat, dengan demikian kedua merek tersebut bersaing secara langsung (direct competitor) sedangkan La Tulipe, Revlon dan Avon tidak bersaing secara langsung (indirect competitor). f). 6. Positioning Kombinasi Merek C: Clinique, Kose, Ultima, Lancome dan Body Shop. Clinique dan Kose bersaing secara langsung (direct competitor) sedangkan merek-merek lain Ultima, Lancome dan Body Shop bersaing secara tidak langsung (indirect competitor) dengan kedua merek tersebut.

Kata Kunci: Segmentasi,Positioning, Kosmetika



dikutip dari: www.lppm.wima.ac.id/annatri_2.pdf

Contoh Artikel Metode Penelitian Model Sampel

Kelompok 12

Mufidatin (070403010021)

Sutrisno (070403010006)

Doris Indra Giri W. (070403010028)

Pengambilan contoh (sampling) adalah suatu proses pemilihan satu bagian (contoh) yang representative dari suatu populasi. Metode ini berperan agar Penemuan hasil penelitian tersebut bisa digeneralisasikan terhadap populasi bila sampelnya dipilih dengan cara yang tepat, sehingga penelitian tersebut dapat dievaluasi secara obyektif.

Secara umum, metode pengambilan contoh yang diinginkan harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.

2. Prosedur sederhana sehingga mudah dilaksanakan.

3. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya tertentu.

4. Merupakan penghematan dalam waktu, tenaga dan biaya.

Contoh Artikel Metode Penelitian Model Sampel


PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN MELATONIN TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL, LDL DAN HDL DARAH WISTAR YANG DIBERI DIET KUNING TELUR

PENDAHULUAN

Pola hidup manusia sekarang sangat dinamis, tuntutan untuk bersaing menyebabkan masyarakat terjebak dalam pola hidup yang serba instant dan tidak sehat. Perpaduan antara tingkat stress yang tinggi, kebiasaan merokok serta kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi dapat menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak sehingga terjadi hiperkolesterolemia. Kadar kolesterol serum berkaitan dengan insiden atherosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dan penyebab yang paling prediktif adalah rasio LDL:Kolesterol HDL yang tinggi.

Atherosklerosis sebenarnya bersifat reversibel, dapat menipis kembali apabila kadar kolesterol dalam darah berhasil dikontrol dengan baik, terutama menurunkan kadar LDL plasma dan meningkatkan HDL plasma.2-4 Melatonin merupakan antioksidan paling ampuh yang pernah ditemukan, dan mampu mencegah terjadinya kerusakan kimiawi karena oksidasi. Efek melatonin dalam menghambat oksidasi sel, membantu mencegah perubahan dalam pembuluh darah yang mengarah kepada hipertensi dan serangan jantung, serta menurunkan kemungkinan timbulnya jenis kanker tertentu. Peneliti sebelumnya menjelaskan bahwa pemberian melatonin pada tikus yang mengalami hiperkolesterolemia genetik, menghasilkan penurunan kadar kolestrol plasma dan perbaikan pada perlemakan hati. Hiperkolesterolemia disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang, akan tetapi telah terbukti bahwa efek melatonin bukanlah anti glukokortikoid. Mekanisme penurunan kadar kolesterol plasma belum diketahui.6 Peneliti yang lain juga mengungkapkan pemberian melatonin tidak memiliki efek signifikan terhadap kadar plasma lipid pada tikus yang diberi diet normal, tetapi menjadi jelas efeknya pada diet tinggi kolesterol. Namun, tidak ada efek dari melatonin terhadap aktivitas enzim lipase. Melatonin juga menghilangkan infiltrasi lemak pada hati binatang dengan diet tinggi kolesterol dan protein. Melatonin juga berkurang dengan peningkatan HDL. Berdasarkan hal tersebut diperkirakan efek dari melatonin adalah kuantitatif dan bukan kualitatif.7
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian suplemen melatonin 0,0054mg/200grBB setiap hari selama 2 minggu dapat mempengaruhi profil lipid (penurunan kadar kolesterol total, penurunan kadar LDL atau peningkatan kadar HDL) dalam darah sesudah diberikan diet kuning telur.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai pertimbangan untuk digunakan pada penderita hiperkolesterolemia atau orang dengan kadar kolesterol tinggi dan menjadi landasan untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya pengembangan kemampuan terhadap penghambatan atherosklerosis pada manusia.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi FK Undip Semarang, mulai bulan Maret 2005 sampai Mei 2005. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Parallel Group Post Test Only Design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimental dan kelompok kontrol yang dialokasikan dengan metode randomisasi sederhana menggunakan tabel angka random yang dibuat oleh komputer. Populasi penelitian ini adalah tikus wistar jantan umur 20 minggu. Penentuan besar sampel menurut rumus Federer, yaitu (t-1)(n-1)>15, dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel perkelompok perlakuan. Sampel yang digunakan adalah 8 ekor tikus Wistar per kelompok, yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu; 1) berat badan 180-200 gram pada umur 20 minggu, 2) kondisi sehat, dan kriteria eksklusi, yaitu; 1) tikus mengalami sakit, 2) bobot tikus menurun (kurang dari 180 gr), 3) tikus mati dalam masa penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan tanpa memperhitungkan jumlah hormon melatonin awal tikus karena dengan adanya kriteria inklusi dan eksklusi serta dilakukannya rendomisasi maka jumlah hormon melatonin setiap tikus antar kelompok dianggap sama (kadar melatonin awal tidak menjadi baseline). Variabel penelitian adalah kadar lipid darah yang meliputi kadar kolesterol total, HDL dan LDL dan variabel perantara dalam penelitian ini adalah injeksi Adrenalin i.v. dan diet kuning telur intermitten. Tikus pada kelompok kontrol (K) hanya diberi pakan standar dan diinduksi atherosklerosis dengan cara injeksi Adrenalin sebesar 0,006mg/200gramBB pada hari pertama dan diet kuning telur intermiten melalui sonde lambung selama 28 hari mulai dari hari ke-2 sampai hari ke-29. Kelompok perlakuan (P) selain diberi pakan standar dan diberi diet kuning telur selama 28 hari mulai dari hari ke-2 sampai hari ke-29, juga diberikan suplemen hormon melatonin sebesar 0,0054mg/200gramBB setiap hari melalui sonde lambung selama 14 hari mulai dari hari ke-16 sampai hari ke-29. Pada hari ke-30 semua tikus dibunuh dengan cara dislokasi tulang leher, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar fraksi lipid (kolesterol total, Kolesterol HDL dan Kolesterol LDL) dalam darah. Darah diambil dari jantung, kemudian di-sentrifuge dan diperiksa dengan metode CHOD-PAP yang intensitasnya dapat diukur dengan fotometri. Pemeriksaan kadar fraksi lipid darah dilakukan di laboratorium CITO Semarang. Perbedaan kadar fraksi lipid antara kedua kelompok diuji dengan uji t-tidak berpasangan, apabila data berdistribusi tidak normal dilakukan uji statistik non parametrik Mann-Whitney. Taraf signifikasi diterima bila nilai p<0,05.>for Windows.

HASIL

Kolesterol Total

Berdasarkan uji Shapiro-Wilk diketahui bahwa sebaran data normal (p=0,07) maka digunakan uji statistik parametrik yaitu uji t. Kadar kolesterol total kelompok kontrol adalah 39,4±7,7 dan kelompok perlakuan adalah 28,8±4,6 (p=0,006) maka didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan karena p<0,05.>

Kolesterol HDL

Berdasarkan uji Shapiro-Wilk diketahui bahwa sebaran data normal (p=0,127) maka digunakan uji statistik parametrik yaitu uji t. Kadar kolesterol HDL kelompok kontrol adalah 16,4±1,4 dan kelompok perlakuan adalah 17,0±2,2 (p=0,51), maka didapatkan perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan karena tidak memenuhi syarat p<0,05.
Pengaruh pemberian suplemen hormon melatonin terhadap kadar kolesterol HDL dalam darah dapat dilihat dari Gambar 2.

Kolesterol LDL

Oleh karena diketahui melalui uji Shapiro-Wilk bahwa sebaran data tidak normal (p=0,001), maka dilakukan uji statistik non parametrik Mann-Whitney. Kadar kolesterol LDL kelompok kontrol adalah 11,6±3,7 dan kelompok perlakuan adalah 7,1±4,2 (p=0,013), maka didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, karena p<0,05.>

PEMBAHASAN

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemberian suplemen melatonin dengan dosis 0,0054mg per 200gramBB selama 14 hari pada tikus yang diberi diet kuning telur dan injeksi adrenalin i.v, didapatkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus yang tidak diberi suplemen melatonin. Sedangkan perbedaan tinggi kadar kolesterol HDL tidak bermakna. Hal ini dapat berarti bahwa melatonin belum memberikan khasiat yang berarti terhadap kadar kolesterol HDL darah dalam waktu 14 hari, atau melatonin tidak memiliki khasiat yang berarti terhadap kadar kolesterol HDL darah. Mekanisme dari penurunan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL belum diketahui.

Kadar kolesterol total dan LDL akan meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya kemampuan atau aktivitas reseptor LDL. Keadaan ini akan membuat LDL dalam darah meningkat sehingga resiko terjadinya atherosklerosis juga akan meningkat.

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa peningkatan kadar kolesterol total serum merupakan salah satu indikator adanya kerusakan jaringan tubuh akibat radikal bebas. Tubuh kita mempertahankan level optimum dari kadar kolesterol total seperti keseimbangan yang kuat antara subkomponennya. Mekanisme feedback negatif akan terjadi ketika rata-rata sintesis endogen tubuh turun dimana kebutuhan meningkat, oleh sebab itu kadar kolesterol total yang bersirkulasi dipertahankan konstan. Semakin tinggi level radikal bebas, semakin tinggi kadar kolesterol total.

Kolesterol yang teroksidasi adalah sebuah pembangkit radikal bebas, dan terikat pada kolesterol LDL dari hati menuju ke sel. Sebagai hasilnya, semakin tinggi kadar kolesterol LDL, semakin tinggi resiko dari penyakit kardiovaskuler.9
Radikal bebas adalah zat kimia dengan elektron yang tidak berpasangan. Jika sebuah elektron ditambahkan O2 maka radikal superoksida anion O2- terbentuk. O2- dikurangi dengan superoksida dismutase menjadi H2O2 dimana pada konsentrasi tinggi sangatlah beracun dan dapat direduksi menjadi OH. Radikal hidroksil (OH) merusak sel-sel. Melatonin sangat efisien untuk menetralisir OH.

Melatonin merupakan sebuah hormon induk yang merangsang keluarnya berbagai hormon lain. Hormon-hormon ini mengatur banyak proses metabolisme tubuh, dari pencernaan sampai menstruasi, dan di seluruh tubuh, melatonin bertindak langsung atas sel-sel sebagai antioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.

Melatonin diketahui paling efektif sebagai pemakan racun radikal bebas yang memicu kerusakan DNA. Melatonin diambil secara cepat oleh otak. Melatonin in vitro lebih efektif daripada glutathione dalam membuang radikal bebas. Melatonin juga menstimulasi enzim antioksidan utama dalam otak yaitu glutathione peroksidase. Melatonin in vivo merupakan antioksidan yang sangat poten.

Melatonin memiliki peranan penting dalam proses penuaan akan tetapi jumlah melatonin yang diproduksi tubuh semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan kelenjar pineal, seperti bagian lain dari otak, sel-selnya tidak dapat beregenerasi. Selain itu endapan kalsium menumpuk dari waktu ke waktu. Para peneliti berspekulasi bahwa akumulasi endapan kalsium dalam kelenjar pineal lambat laun menghilangkan fungsi kelenjar pineal tersebut. Pada usia tua degenerasi ini menyebabkan kelenjar pineal pada akhirnya tidak memproduksi melatonin.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kadar kolesterol total dan kolesterol LDL kelompok perlakuan yang mendapat suplemen melatonin dengan dosis 0,0054mg per 200gramBB selama 14 hari lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok kontrol, serta tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kadar Kolesterol HDL antara kelompok kontrol dan perlakuan. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa suplemen melatonin berpengaruh/berperan dalam menurunkan kadar kolesterol total dan kadar kolesterol LDL darah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada laboratorium CITO Semarang, atas bantuannya dalam pemeriksaan fraksi lipid plasma darah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. Biokimia harper. 24th Ed. Jakarta: EGC; 1999

2. Smith LH, Boutaud O, Breyer M, Morrow JD, Oates JA, Vaughan DE. Cycclooxygenase-2-dependent prostacyclin formation is regulated by low density lipoprotein cholesterol in vitro. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2002; 22: 983

3. Baraas F. Mencegah serangan jantung dengan menekan kolesterol. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 1993

4. Prasetyo A, Udadi S, Ika PM. Profil lipid dan ketebalan dinding aorta abdominalis tikus wistar pada injeksi inisial adrenalin bitatras intravena dan diet kuning telur intermitten. Media Medika Indosiana 2000; 35(3):149-57

5. Reiter RJ, Juan R, Calvo, Karbownik M, Qi W, Tan DX. Melatonin and its relation to the immune system and inflamation. Annals of the New York Academy of sciences 2000; 917: 376-389

6. Aoyama H, Mori N, Mori W. Effects of melatonin on genetic hypercholesterolemia in rats. Atherosclerosis 1988. 69(2-3): 269-72

7. Mori N, Aoyama H, Murase T, Mori W. Anti-hypercholesterolemic effect of melatonin in rats. Acta Pathol Jpn 1989;39(10):613-86

8. Suharto I. Serangan jantung dan stroke hubungannya dengan lemak dan kolesterol. 2nd ed. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004

9. Fat and cholesterol [online]. 2005 [cited on 2005 Jan 7]. Available from: URL : http://www.drlam.com /A3R_brief_in_doc_format/2002-No3-FatandCholesterol.cfm#Cholesteroland Free Radical Activity

10. Goldman Arlene. Melatonin: A Review [online]. 2005 [cited on 2005 Feb 1]. Available from: URL: http://www.bhj.org/journal/1996/3801jan/ reviews127.htm

11. Bock SJ, Boyette M. Awet muda bersama melatonin. Solo : Debra publishers, 1995

12. Melatonin main FAQ [online]. 2004 [cited on 2004 Dec 27]. Available from: URL: http://www.priory.com/mel.htm

Sumber Artikel : http://www.m3undip.org/ed2/artikel_10_full_text_01.htm


Tipe data :

Skunder

karena dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan grafik sebagai acuannya.


Variabel Independen

LDL, HDL, Suplemen Melatonin

Alasannya karena LDL, HDL, dan Suplemen melatonin berpengaruh atau berperan dalam menurunkan kadar kolesterol total pada tikus

Variabel Dependen

Tikus Wistar jantan yang berumur 20 minggu

Alasannya karena dalam penelitian, tikus terpengaruh oleh obat-obatan dalam penelitian seperti suplemen melatonin.


METODE KAUSAL KOPERATIF

Kelompok 10

M. Nuril Anwar
Wulan Hernawati
Raghyl Sasmitha

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian
Setiap perusahaan yang bergerak di bidang produksi jasa atau barang pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai. Dalam pencapaian tujuan tersebut, pimpinan perusahaan harus dapat menjalankan kebijaksanaan pemasaran agar dapat memasarkan barang/jasa dengan baik.
Penjualan perusahaan yang semakin meningkat dapat membawa perubahan menyangkut keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Dalam peningkatan volume penjualan perlu dilakukan analisis kebijaksanaan pemasaran yang meliputi kebijaksanaan produk, kebijaksanaan harga, kebijaksanaan promosi dan kebijaksanan distribusi.
Penerapan kebijaksanaan pemasaran harus disesuaikan dengan keadaan internal dam lingkungan eksternal perusahaan. PT. Agrolev Abadi Pontianak merupakan salah satu distributor yang memasarkan produk penyubur tanaman dan racun hama dan jamur, seperti : herbisida, insektisida, fungisida, pupuk organik dan pupuk tablet

Download Artikel Lengkap

Metode Sejarah

kelompok 1
ARIFAI 076403020007
YULISON WENDA 086403020007
ABEL TABUNI 070403010002



FILSAFAT SEJARAH:Dari Politik Pendidikan Hingga Berpikir Sejarah(Gagasan Teoritik-aplikatif Antara Ilmu Sejarah danProses Pembelajaran Sejarah di Tingkat SMA)

Oleh Sucipto Ardi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Konteks Kajian

Berdasarkan kajian historis, perjalanan system pendidikan di Indonesia sudah cukup panjang. Sejak mengawali periode sejarah, masyarakat Nusantara telah mengenal sistem pendidikan keagamaan, yaitu Hindu dan Budha. Untuk agama Hindu, lebih menekankan system pendidikan pada kelompok Brahmana, dan putra kerajaan. Secara umum, masa tersebut pararel dengan sistem kasta yang berlaku pada masyarakat Hindu. Dengan latar belakang inilah, sistem pendidikan agama Hindu kurang memasyarakat di bumi nusantara ini.

Berbeda dengan agama Budha yang tidak mengenal sistem kasta, maka pendidikan yang diterapkan jauh lebih memasyarakat. Begitupula pada jaman kesultanana Islam. Masa ini, pendidikan diutamakan, terutama diperuntukkan sebagai sarana berdakwah. Dakwah tidak hanya urusan semangat keagamaan bagi pribadi setiap muslim, akan tetapi merupakan fokus utama bagi kesultanan untuk menerapkan syariat Islam. Kenyataan masa lalu jaman kesultanan, menunjukkan bahwa kedudukan politik didalam Islam sama pentingnya dengan pendidikan.[1] Tanpa otoritas politik, syariat Islam mustahil untuk ditegakkan. Kekuasaan adalah sarana guna mempertahankan syiar Islam, yakni bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Tujuan itu tidak mungkin tercapai, kecuali dengan melaksanakan ajaran Islam. Dengan kata lain, syariat tidak akan berjalan apabila ummat tidak memahami ajaran Islam itu sendiri. Untuk itulah, maka pendidikan bergerak dalam usahanya mentadarkan ummat Islam agar mampu melaksanakan syariat. Artinya, ummat tidak akan mengerti syariat tanpa pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan pembenahan arus bawah.

Selanjutnya pada jaman kolonial Belanda, pendidikan bersifat eksklusif, seperti pada jaman Hindu. Pendidikan tidak banyak dinikmati oleh masyarakat banyak, akan tetapi hanya sebagian tertentu saja, khususnya kaum bangsawan, atau priyayi pribumi. Kajian keilmuan, terutama sejarah untuk bangsa Indonesia, masih terkonsentrasi pada kejayaan masa yang lebih bersifat diskontinuitas dan tentunya bergerak untuk kepentingan ilmiah semata. Walaupun demikian, kaum nasionalis seperti Soekarno dan Moh. Yamin, mulai menggagas terbentuknya bangsa ini melalui sejarah. Dan, kesemua itu berlanjut pada jaman Jepang, serta semakin intens pada jaman kemerdekaan.

Sejak merdeka, pencaraian jati diri bangsa yang secara formal diciptakan untuk kepentingan negara dimulai dengan diadakannya Seminar Sejarah Nasional tahun 1957. Sejarawan seperti Moh. Yamin, dan Sartono Kartodirjo menggungkapkan pemikiran-pemikirannya untuk bangsa ini. Filsafat sejarah spekulatif, maupun kritis menjadi kajian utama dalam seminar tersebut, dan selanjutnya kedua tema ini, selalu menjadi agenda utama yang tidak pernah terputus dalam seminar skala nasional lainnya hingga kini. Kajian filsafat sejarah nasional menekankan kepada arah tujuan sejarah dan bangasa Indonesia. Dilukiskan pula peranan-peranan para pejuang lokal yang melakukan perlawanan secara bersenjata dengan sistem tradisional, sampai founding father yang ingin memerdekakan Indonesia melaui organisasi moderen, dan kemudian berkesempatan memproklamirkan kemerdekaan, sebagai bagian penggerak sejarahnya.

Guna menjembatani hal tersebut sampai ke masyarakat, sejarah ditulis tidah hanya sebagai legitimasi keyakinan tersebut, akan tetapi dilakukan melalui kaedah-kaedah metode ilmiah[2]. Filsafat kritis ini yang selalu mengutamakan keutamaan nasionalisme Indonesia, dan bergaya lama dalam penulisan sejarah, cukup berhasil dalam memupuk nasionalisme Indonesia. Dengan gelora Indonesiasentris, penciptaan jatidiri, sekaligus pencitraan bangsa Indonesi terlihat cukup memuaskan warganegranya.[3] Pemahaman tentang sejarah Indonesia agar dapat menyeluruh kepada rakyat Indonesia adalah melalui proses pendidikan, yang dalam hal ini termasuk lembaga pendidikan, yakni sekolah.

Sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah (SMA), rakyat Indonesia mendapatkan pembelajaran sejarah. Ideologi politik pemerintah, juga mengalir deras dalam pelajaran sejarah pada level ini. Oleh karenanya, beberapa penjelasan masalalu dalam analisisnya berlangsung tidak ilmiah, dan banyak kekurangannya secara metodologis. Sehubungan denga hal tersebut, adalah tidak dapat dipungkiri sejarah yang diajarkan disekolah bersifat naratif, cerita belaka saja. Bagi guru yang pandai mengungkapkan cerita dengan baik, maka sejarah menjadi hal yang menyenangkan, bahkan seringkali menjadi inspirasi siswa untuk kehidupannya dimasa depan. Sebaliknya, bagi guru sejarah, yang seringkali adalah guru yang bukan berlatar belakang pendidikan sejarah, maka pelajaran sejarah terlihat kering. Kesan bahwa pelajaran sejarah membosankan, dan tidak lebih hafalan dari deretan angka tahun, dan peristiwa, sudah menjadi pencitraan bagi sejarah.

Kenyataan itu semakin diperparah dengan kurikulum yang mengharuskannya mengikuti standarisasi yang tercantum, dan cenderung berubah ketika naik dan turunnya seorang pemimpin (presiden). Masyarakat merasa dibohongi dengan sejarah, begitupula kebingungan guru sekolah yang harus konflik batin, antara seorang ilmuan sejarah, dengan kewajibannya mengajarkan sejarah yang seringkali berseberangan dengan kadar keilmiahannya. Hal demikian tidak berhenti sampai disini, penerapan pembelajaran sejarah dikelas mendapatkan dampaknya. Selain faktor ideologis tersebut, disampingkannya pelajaran sejarah oleh guru-guru dan siswa karena proses belajar yang terjadi selama ini berkesan teramat mudah—hanya hafalan, menjadikannya sebagai tugas luas, bukan hanya guru yang bertugas menyampaikan sejarah, namun pemerintah yang menjaga negara dengan usaha nasionalisme kedalam diri anak-anak Indonesia melalui sekolah.

2.2. Fokus Masalah

Dimensi permasalahan yang hadir dari kenyataan selama ini di dunia pendidikan Indonesia seperti dijabarkan pada konteks kajian di atas, memperlihatkan keberagaman, sekaligus saling terkait, bahkan rumit. Pertama, perumusan filsafat sejarah spekulatif yang diterjemahkan sebagai filsafat sejarah nasional Indonesia[4], terlihat lebih jelas sebagai antithesis dari Eropasentris, telah membawa suatu pemahaman bahwa bangsa Indonesia adalah bodoh, bangsa Eropa hanya pembawa kehancuran, dan diskontinuitas. Pada titik nadirnya, salah satu akhir sejarah Indonesia tidak lebih sebagai egosentris bangsa dengan kecenderungan memihak. Tenaga pendorong seperti para pejuang, yang kemudian diakui sebagai pahlawan, harus disoroti lebih baik. Pahlawan juga manusia, memiliki kelemahan, dan kesan ideal tipe yang digagas dalam tulisan sejarah di sekolah terutama, ditempatkan secara proporsional, begitupula kekuatan rakyat-massa.

Filsafat sejarah nasional Indonesia harus manusiawi, bukan normatif. Kedua, filsafat sejarah kritis. Permasalahan metodologis ini, termasuk masalah yang menarik dalam historiografi Indonesia, khususnya sebagai format atau versi resmi pemerintah. Gejala masalah obyektivitas dan subyektivitas, telah menjadi pergulatan kaum ilmiah sejarah di Indonesia. Hal demikian mengingat, ada dua kepentingan besar, yaitu profesionalisme cendikiawan dan keberlangsungan sebuah bangsa. Sehingga, hampir dapat dipastikan, produk yang dihadir bernuansa politis. Dan, sejarawan akademis tidak dapat berbuat banyak, khususnya menyediakan media pembelajaran bagi siswa di sekolah. Ini terjadi pada masa Orde Baru, dimana sejarah ditulis demi melanggengkan kekuasaan. Selanjutnya diturunkan ke anak didik melalui kurikulum yang mengikat guru, dan buku pelajaran sejarah yang berorientasi kepada pengukuhan kekuasaan, dan bukan kreatifitas dalam berfikir sekaligus bertindak. Ketiga, kemampuan personil guru sejarah di sekolah. Haruslah diakui, guru sejarah disekolah sedikit sekali ditemui yang benar-benar kompeten. Kompeten sebagai guru yang mampu menghayati sejarah, memiliki strategi abstrak dan konkrit dalam proses perencanaan, pembelajaran, dan evaluasi. Ini pada dasarnya menohok kepada proses perekrutan guru melalui lembaga pendidikan tinggi keguruan. Selain lemahnya peminat menjadi guru sejarah, pada praktiknya di sekolah, seringkali posisi guru sejarah diisi oleh guru non pendidikan sejarah karena tidak memiliki jam mengajar. Dengan kata lain, guru sejarah di sekolah adalah posisi yang tidak penting, namun dijadikan wilayah strategis bagi ideologi pemerintah. Oleh karenanya, memposisikan guru sejarah yang tidak kritis sama saja menancapkan politik kekuasaan secara permanen kepada masyarakat.

Terkait pada bagian ketiga tersebut, adalah hal yang lazim kalau sejarah tidak berdiri pada titik idealnya, yaitu sebagai proses berfikir kritis untuk kemajuan bangsa. Inilah masalah yang keempat, proses pembelajaran yang berlangsung kurang memberikan kesan edukatif, inspiratif, instruktif, dan rekreatif.[5] Dengan kata lain, fungsi sejarah sebagai motivator perjuangan, pendorong kebangkitan nasional, dan pembentuk identitas nasional, harus digagas kembali. Fenomena ini, dilihat dari sisi sejarah, linear dengan realitas di Indonesia yang selalu bergejolak, bernuansa spartisme. Artinya, kesadaran sejarah harus diusahakan sedemikian rupa melalui sekolah, yang tentunya dengan cara berfikir ilmiah guna kemaslahatan bangsa Indonesia

Paparan permasalahan tersebut adalah bentuk realistik pada dunia pendidikan SMA di Indonesia beberapa puluh tahun lalu, bahkan sampai sekarang ini. Adalah tidak berlebihan apabila diyakini, pembelajaran sejarah di dalam sekolah terkait erat dengan politik kekuasaan yang berkuasa, dan itu diwujudkan dalam media pembelajaran, kurikulum, dan kebijakan lainnya menyangkut pendidikan. Dengan demikian, persoalan pelajaran sejarah di sekolah, khususnya SMA, tidaklah mungkin dapat dijelaskan dan dipahami hanya dengan melihat perspektif pembelajaran semata, akan tetapi perlu juga dilihat dari perspektif politik dan sosial. Sehingga yang menjadi fokus masalah dalam tulisan ini adalah, kekuatan politik pemerintah sekaligus berbagai terjemahan birokratifnya, dengan kompetensi guru sejarah berikut usahanya dalam melaksanakan pembelajaran sejarah pada level SMA.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah yang melingkupi kancah pembelajaran sejarah di level SMA, yang didalamnya termasuk politik kekuasaan dan kompetensi guru sejarah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah keterkaiatan antara nilai-nilai ilmiah yang dimiliki guru sejarah dengan usaha penerapannya dalam proses pembelajaran sejarah di SMA?
2. Gagasan-gagasan seperti apakah yang akan dihasilkan dan dapat laksanakan, guna mencapai proses pembelajaran sejarah yang ilmiah tanpa meninggalkan pembentukan ide nasionalisme Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan

Harapan dari penulisan ini adalah dapat meyakinkan pembaca, bahwa pembelajaran sejarah disekolah merupakan bagian dari konfigurasi politik yang besar, yakni pemerintah nasional Indonesia. Selanjutnya, pemahaman realitas dari dinamika hubungan tersebut, diharapkan muncul gagasan-gagasan teoritis yang aplikatif bagi pembelajaran sejarah pada level SMA, yaitu suatu semangat baru secara ilmiah dan berfungsi pula dalam usaha membangun identitas nasional dan nasionalisme Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Filsafat Sejarah dan Kesadaran Sejarah

Filsafat Sejarah terbagi menjadi dua, yakni filsafat sejarah spekulatif dan filsafat sejarah analitik.[6] Untuk yang pertama dikenal sebagai filsafat sejarah spekulatif, yang memiliki dasar peranyaan tentang: “awal, akhir, dan yang menggerakkan sejarah?”. Selanjutnya yang kedua mendasarkan pertanyaan kepada: “apakah sejarah itu, dan untuk apa sejarah itu?”. Artinya, mempersoalkan sejarah sebagai suatu disiplin ilmu, didalamnya terdapat metodologi, metode sejarah, dan nilai-nilai keilmiahan lainnya. Memperhatikan hal demikian, filsafat sejarah, baik itu spekulatih maupun analitik, harus ditempatkan sebagaimanamestinya. Setidaknya ada tiga hal penting menyangkut hal ini, yaitu filsafat sejarah dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai sesuatu yang sangat mendasar dari segi sejarah atau dengan kata lain mencoba dari segi intelektual menjawab pertanyaan: “apakah makna hidup ini?”.

Kedua, menegaskan keterkaitan antara masa sekarang dengan masa lalu, segi kontinuitas ini adalah usaha mempertahankan identitas manusia. Terakhir, ketiga, dalam gejolak atau ketidakpastian, filsafat sejarah menjadi pegangan sebagai sebuah kunci keyakinan. Ini semua merupakan kolaborasi antara filsafat sejarah spekulatif yang cenderung menduga-duga, dan analitik yang ilmiah. Filsafat sejarah analitis dapat dibedakan dengan filsafat sejarah, namun kedua-duanya berjalan secara beriringan, dan saling mempengaruhi. Dengan demikian, Filsafat sejarah nasional Indonesia merupakan satu kesatuan kedua filsafat tersebut. Sehingga, historiografi sejarah maupun ilmuan sejarah (sejarawan) merupakan produk yang mampu menjadi gagasan keinsafan, sebuah kesadaran sejarah. Sebagai buku, gagasannya menjadi acuan inspirasi bagi yang membacanya, selaku pendidik/guru, sejarawan sebagai percontohan hidup, sekaligus inspirator kepada anak didiknya, yang kesemuanya itu menciptakan mentalitas manusia Indonesia yang luhur.

Kesadaran sejarah ini, adalah sikap mental, jiwa pemikiran yang dapat membawa untuk tetap dalam rotasi sejarah. Artinya, dengan adanya kesadaran sejarah, manusis Indonesia seharusnya menjadi semakin arif dan bijaksana dalam memaknai kehidupan ini. Dalam realitas yang nyata, pada proses pembelajaran sejarah di level SMA, guru dan siswa tidah hanya: “bagaimana belajar sejarah”, “melainkan belajar dari sejarah”. Prinsip pertama, akan membawa anak didik pada setumpuk kisah dan data tentang peristiwa masa lampau yang syarat romantika, sedangkan prinsip kedua akan mengisi jiwa anak didik dengan sikap yang lebih arif dan bijaksana, sebagai bentuk terinti dari kesadaran sejarah.

2.2. Politik Pendidikan Nasional

Politik pendidikan atau The Politics of Education merupakan gambaran tentang relasi antara proses munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan cara-cara penyampaiannya. Dengan kata lain, memfokuskan pada kekuatan yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan bagaimana, serta ke mana perangkat tersebut diarahkan. Politik pendidikan terkonsentrasi pada peranan negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menjelaskan pola, kebijakan, dan proses pendidikan serta berbagai asumsi, maksud, dan outcome dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu masyarakat secara lebih baik. Politik pendidikan juga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang keterkaiatan antara berbagai kebutuhan politik negara dengan isu-isu praktis sehari-hari disekolah, tentang reproduksi struktur dan kesadaran kelas, tentang berbagai bentuk dan subordinasi yang sedang dibangun dan dibangun kembali melalui jalur pendidikan, dan tentang bagaimana perkembangan dan keruntuhan suatu hegemoni.[7] Politik pendidikan ini teramat luas, seperti halnya filsafat sejarah yang menguraikan awal, perjalanan dengan kekuatan penggeraknya, dan akhir suatu sejarah. Namun demikian, keterlibatannya terhadap proses pembelajaran sejarah pada level SMA begitu terlihat. Beberapa hal menarik adalah tentang negara nasional yang digagas Muhammad Yamin, dan diajarkan di SMA pada masa Orde Lama, serta berbagai kontroversi, seperti SP 11 Maret 1966, G30SPKI, dan Serangan Umum di Yogyakarta. Untuk yang pertama, materi sejarah tidak berlandaskan kepada kajian ilmiah. Beberapa buku pelajaran sejarah ketika masa Orde Lama menuliskan, bahwa negara nasional Indonesia saat itu merupakan negara nasional yang ketiga setelah negara nasional Sriwijaya, kemudian negara nasional Majapahit.

Sampai hari ini, tidak ada kajian satupun yang mengasosiasikan secara ilmiah, bahwa konsep kerajaan masalalu adalah serupa seperti negara moderen abad 20. Ini jelas ditulis secara politis untuk sebuah legalitas identitas suatu bangsa yang besar, dalam hal ini Republik Indonesia. Dan, bukan hanya pada media pembelajaran, sejarah ini disalurkan kepada anak didik di SMA dalam proses belajar mengajar. Kedua, kontroversi sejarah yang sampai sekarangpun masih berlangsung telah membingungkan guru, anak didik, maupun masyarakat. Apabila masa Orde Lama, penulisan sejarah untuk tingkat SMA terkesan untuk kepentingan politik negara, maka tidak demikian jaman Orde Baru. Dengan menggunakan kemampuan sejarawan militer, sejarah yang ditulis berisikan kehebatan bangsa dengan kekuatan militer tanpa menghilangkan peranan tunggal seorang pahlawan, dalam hal ini Suharto. Hal ini dapat dilihat pada pelajaran SMA kelas 2 dalam kurikulum 1994, dan kelas 12 dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dimana peranan tunggal diposisikan sebagai penentu peristiwa. Kontroversi lainnya terdapat pada kisah penanganan G30SPKI yang dilanjutkan dengan SP 11 Maret.

Selain ini membuat sebuah alur berfikir yang mono factor, ini juga memberatkan secara ilmiah karena banyak bukti sejarah yang tidak dipergunakan dalam merekonstruksi peristiwa tersebut. Keberadaan kontroversi ini, setidaknya dilegalitas dengan dicantumkannya dalam kurikulum sejak tahun 1975. Penataran-penataran yang dilakukan untuk guru sejarah, yang juga tidak lebih sebagai sebuah indoktrinasi ideologi negara, semakin menguatkan campur tangan, bahkan cengkraman politik pemerintah terhadap guru. Dilihat dari semangat kebebasan, guru telah menjadi obyek politik negara yang bersifat birokratif, dengan wujud mengikuti instruksi-instruksi dari atasannya. Guru tidak dijdikan subyek yang diberikan keluangan mengolah dengan kadar ilmiahnya, sebagai wujud sebuah proses profesionalisme. Namun, semua itu, terkendala oleh karena sistem pendidikan bersifat terpusat yang juga merupakan bagian dari politik nasional yang bersifat sentralistik, setidaknya sampai tahun 1998.

Seiring runtuhnya politik pemerintah pada tahun 1998, hadir pula berbagai historiografi yang mencoba meluruskan sejarah. Namun, kenyataan yang ada, tulisan dengan semangat memperbaiki sejarah, tidak membawa manfaat positif bagi guru, sekaligus anak didik. Berdasarkan pengamatan penulis, antara tahun 1998-2007, historiografi yang berseberangan dengan versi resmi pemerintah, banyak yang menghujat atau fight back terhadap pemerintah lalu. Hasilnya, sama saja, hanya sekarang dibalik: “historiografi masa lalu dianggap salah, karena menghujat tanpa bukti dan cenderung memanipulasi, dan historiografi sekarang diyakini kebenarannya, karena mampu membuka kekurangan, keburukan, dan mencaci pemerintah lalu yang menuliskan sejarah dengan data baru yang belum tentu benar adanya”. Semua masih mencari, bahkan sebuah tim yang diisi oleh sejarawan terbaik Indonesia, semisal Taufik Abdullah, dan dibiayai oleh pemerintah untuk menuliskan (kembali) sejarah Indonesia, sampai dipenghujung tahun 2007, belum mengeluarkan satu jilidpun. Melihat kebingungan yang melanda masyarakat Indonesia, khususnya pada diri pendidik sejarah di sekolah, tim tersebut jauh lebih penuh pertimbangan, dan ilmiah dalam pembahasannya.[8] Perilaku politik pemerintah dalam konfigurasi pendidikan nasional, khususnya dalam pelajaran sejarah, tidak mungkin dapat berhenti.

Dalam sejarah manapun didunia, pelajaran sejarah merupakan sarana yang paling strategis untuk melegitimasi, memperkokoh, dan mengukuhkan identitas, baik itu untuk bangsanya, maupun untuk kepentingan politik kelompok tertentu. Kini dengan hadirnya KTSP, yang merupakan kurikulum lokal, guru dapat berharap banyak untuk diposisikan sebagai subyek dalam dunia pendidikan, terutama dalam pembelajaran. Saya optimis, dengan kurikulum baru yang dikeluarkan tahun 2006 itu, membawa semangat ilmiah sekaligus tanggung jawab sebagai warganegara Indonesia. Artinya, guru akan me-re-disain komposisi kurikulum dari pemerintah dengan mengindahkan standarisasi yang jauh lebih profesional, bukan birokratif. Selanjutnya, nilai-nilai keilmiahan menjadi benteng pertama dan utama dalam pembelajaran sejarah, dengan mengolahnya secara menarik guna menuju keindonesiaan agar terlibat pada gagasan utility, NKRI.

2.3. Ilmu Sejarah dan Pembelajaran Sejarah di SMA

Indonesia kini, termasuk didalamnya adalah pendidikan, sedang mengalami satu proses transisi secara besar-besaran, sebuah perubahan nilai-nilai kehidupan. Dalam proses transformasi nilai ini, sering timbul ketegangan antara aspek kemapanan dengan pembaharuan. Realitas kultural yang telah mapan cenderung mempertahankan nilai-nilai yang sudah ada sebagai pedoman utama. Setiap perubahan atau penyimpangan dari nilai yang ada, dianggap membahayakan realitas yang sudah mapan itu.[9] Guna mempertahankan kemapanan tersebut, seperangkat justifikasi dilakukan. Pendidikan merupakan pilihan yang lebih menjanjikan untuk dijadikan aparatus represif dan ideologis. Selanjutnya, sekolah dijadikan media penjinakkan, salah satunya melalui pelajaran sejarah. Pola ini merupakan pola klasik sejak jaman dahulu, setidaknya terkhusus pada masa Orde Baru 1996-1998. Ilmu sejarah yang kajiannya berdasarkan kaedah-kaedah ilmiah, jujur, dan argumentatif dipinggirkan dari panggung persekolahan. Buku pelajaran sejarah yang ditulis, lebih banyak mengabdi kepada kekuasaan dari pada keilmiahan. Kisah-kisah sejarah yang terkait dengan penguasa, dan tentunya sedikit fakta yang terungkap, dibuat sebuah interpretasi yang menyemangati rasa kebanggan, dan kebangsaan kita. Pembaca yang tidak kritis, pasti akan larut dalam historiografi yang minim nilai keilmiahannya. Bahkan, banyak kisah sejarah yang hanya ditulis dalam 2-3 paragraf. Ini sudah menunjukkan ketidakprofesionalan dan sindiran sejarah yang berbunyi: “semakin sedikit eksplanasinya, maka semakin banyak bohongnya”. Kekuatan represif politik penguasa, melanggengkan hal demikian dan menjadi mapan, terutama di sekolah. Anak didik menjadi subyek yang patuh, tetapi tidak kritis. Kemapanan yang tidak mendidik lainnya juga merambah kepada sejarawan dan guru. Tidak banyak dihasilkan, historiografi sejarawan akademis yang membahas kisah sejarah dengan takaran kritis, menggugat, dan antikemapanan terhadap pemerintah yang dianggap mapan, seperti Orde Baru. Resiko yang begitu besar, banyak menyurutkan niat sejarawan untuk merealisasikan ide-ide kritisnya. Sebagai kajian interaksi antara ilmu sejarah dan pendidikan, maka sejarawan ilmu murni, bertanggungjawab terhadap apa yang terjadi sekarang ini menyangkut kebingungan masyarakat tentang sejarah.

Kebingungan atau keresahan jatidiri masyarakat tersebut, berasal dari tulisan sejarah. Namun, banyak yang tidak memahami, bahwa tulisan sejarah bukanlah seperti ilmu alam yang pasti atau hukumnya bersifat umum. Jadi, apabila ada perbedaan kesepahaman, itu adalah hal yang lazim. Ketidakpahaman ini, berlanjut dengan tanpa adanya dukungan pihak-pihak pasar untuk menerbitkan dan menyebarluaskan, pemikiran sejarawan yang mngedepakan nilai-nilai ilmiah, dan jujur. Sehingga mereka hidup di “menara gading”, yang hanya berkelana serta dikonsumsi oleh dan dalam lingkungan akademis. Dengan kata lain, tulisan sejarah kritis tidak dapat menyentuh masyarakat umum, malah sebaliknya buku sejarah yang sepaham dengan arah politik pemerintah didistribusikan sampai ke pelosok satuan wilyah, seperti desa ataupun kelurahan. Dibagian lainnya, pendidikan jauh lebih banyak bertanggungjawab. Guru mata pelajaran sejarah khususnya, adalah frontier bagi pemahaman awal formal bagi penerus bangsa, anak didik di sekolah. Boleh jadi, apa yang dikatakan guru sejarah, akan terus dianut, bahkan dijadikan acuan bagi anak tersebut hingga dewasa nanti. Mereka mengetahui seluk-beluk sejarah Indonesia dari guru sejarah, dan mereka bangga atau mencaci maki bangsa atau negara Indonesia, oleh karena pemahaman mereka terhadap kebesaran sekaligus keburukan Indonesia.

Dilihat dari segi pembelajaran, yang sering terekam oleh siswa, bahkan sampai mereka berkeluarga adalah proses pembelajaran sejarah berlangsung tidak menyenangkan. Stigma kalau mata pelajaran sejarah membosankan, hafalan, “tidak enak”, telah menjadi label khas. Terlebih lagi, ada juga yang merendahkan bahkan merasa apatis dan antipati terhadap mata pelajaran sejarah di sekolah. Boleh jadi, pelajaran sejarah yang diuraikan pada satuan pendidikan tidak mampu membekali siswa untuk siap dikemudian hari. Padahal menurut Brunner (1960) yang dikutip Widja, menyebutkan bahwa sasaran utama dari setiap kegiatan belajar, terlepas dari kesenangan yang mungkin diberikannya, adalah bahwa kegiatan belajar itu harus membantu kita dimasa depan.[10] Sebagai kesadaran sejarah yang kontinitas dan diperkuat pendapat psikolog tersebut, maka strategi pembelajaran sejarah yang lebih segar dan visioner merupakan suatu kebutuhan. Pembelajaran sejarah bertumpu kepada makna watak tridimensi waktu, yakni masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Memperhatikan ketiga kata tersebut, berarti sejarah (cenderung) praxis, artinya nilai guna sejarah menjadi hal yang utama. Nialai guna paling utama pada bagian ini adalah: bagaimana belajar dari sejarah, sehingga siswa dapat tanggap (responsif) terhadap hari ini, dan mendatang.

Dalam proses pembelajarannya, kompetensi akademis guru, minat dan bakatnya, sangat menentukan apakah pelajaran sejarah dapat berlangsung ceria ataupun datar. Selain itu, metode pengajaran janganlah berkisar kepada hafalan belaka, namun inqury atau problem solving dengan suasana dialogis demokratis yang diawali oleh guru, untuk diterapkan bersama siswa. Daya tarik terhadap mata pelajaran sejarah, akan muncul dengan sendirinya oleh karena mereka aktif dalam memaknai sejarah. Terlebih lagi, apabila ikut dalam menulis sejarah. Sebuah proyek penelitian sejarah, bukan hanya menjadi tantangan intelektual siswa, namun menjadi lebih menggairahkan, terutama sejarah yang dibangun bersentuhan dengan kenyataan terdekat, misalnya menulis sejarah lokal. Dalam metode ini, guru dan siswa menjadi kolega. Mereka bekerjasama. Guru harus memiliki bekal yang cukup, bahkan harus banyak. Kompetensi membawakan materi sejarah didalam kelas, bukan hanya harus menarik, tetapi juga harus berani ungkapkan kelemahan-kelemahan fakta yang ada. Dengan kata lain, pembelajaran sejarah seperti memasak menu makanan “setengah matang”, banyak low fact yang terpaksa diungkapkan karena tuntutan kurikulum. Disinilah salahsatu pilar utamanya, bahwa pembelajaran sejarah harus kritis, no taken for granted. Rumitnya masa lalu karena banyak aspek yang melingkupinya, seperti halnya hari ini, mengharuskan sebuah pembelajaran sejarah menggunakan pola kajian multidimensi. Pendekatan yang dirintis oleh Sartono Kartodirjo (wafat 07 Des 2007) untuk menulis sejarah, dapat dijadikan acuan. Artinya, guru dituntut agar mumpuni dalam ilmu bantu sejarah, semisal sosiologi, antropologi, psikologi, politik, ekonomi, pendidikan, dan agama. Sehingga, dapat diharapkan memiliki kemampuan berpikir historis[11], sebuah cara untuk mengasah intelektual individu, dan memutuskan pilihan dalam bertindak. Berpikir historis lebih luas dari metodologi yang berlaku hanya dalam konteks penelitian tertentu. Ia menawarkan sebuah usaha memahami masa lalu yang kompleks, seperti kehidupan sosial sekarang ini. Sehubungan dengan kompleksitas, penggunaan pendekatan multidimensi tersebut, merupakan pendekatan yang relevan terhadap kenyataan kehidupan manusia masa lalu, maupun masa sekarang..

Dasar inilah, yang akan kekal dipakai, selama kehidupan manusia dalam masyarakat dan perjalanan waktu, tetap kompleks juga. Kesulitan, atau keragaman kehidupan (kompleksitas), mengajak untuk berpikir lebih teliti, menimbang, memilah, dan menilai, sekaligus menarik kesimpulan, begitupula tentang masa lalu. Berpikir sejarah menawarkan agar dapat, minimal menjadi orang yang teliti dan memiliki penilaian yang jitu. Masa kini dan masa lalu, pilihan dan kontradiksi, menjadi hal-hal yang senantiasa dianalisis. Berpikir sejarah, disatu sisi mampu menyelami masa lalu, mencoba memahami konteks jamannya (historical minded), dan pada bagian lainnya, memanfaatkan pemahaman tersebut menjadi proses “memanusiakan” manusia, sehingga dapat bertindak lebih paham, humanioris, berperasaan, arif, bijak, dan tentu menjadi penilaian serta pemikiran yang lebih jelih, teliti sekaligus kritis. Dengan kata lain, masa kini dan masa lalu dikontradiksikan menjadi awal sebuah perbandingan, dan sebuah singkronisasi, agar dapat diperoleh pemahaman yang serupa, sama, tanpa mereduksi (mengurangi) makna masa lalu, dan menerapkan untuk kepentingan masa kini agar lebih manusiawi.

Cara mengajar guru sejarah, dapat memberi efek yang besar sekali dalam menyebabkan ataupun mengatasi kekurangmenarikan dalam proses pembelajaran sejarah. Harus dipahami bahwa tidak satupun metode pengajaran yang dapat dianggap terbaik, yang penting menerapkan suatu metode tidak secara monoton. Atau dengan kata lain, metode pembelajaran tidak lagi semata-mata ceramah atau diskusi. Pembelajaran sejarah menuntut penggunaan multimode dan multimedia. Metode pembelajaran sejarah tidak bisa tunggal, tetapi metode penyajiannya harus jamak. Ini sesuai dengan materi yang disajikan dan keadaan para subyek didik serta cara mereka belajar dalam mengikuti mata pelajaran sejarah. Selanjutnya, apabila sejarah tetap hendak berfungsi dalam pendidikan, maka harus dapat menyesuaikan diri terhadap situsi sosial dewasa ini. Jadi, jika studi sejarah terbatas pada pengetahuan fakta-fakta akan menjadi steril dan mematikan segala minat terhadap sejarah. Dalam perspektif baru, pembelajaran sejarah harus progresif dan berwawasan tegas ke masa depan. Disini disamping unsur kesadaran identitas diri yang menjadi tujuan, pembelajaran sejarah progresif juga mengacu pada pengembangan segala potensi manusia yang salah satu kemampuan utamanya, adalah kemampuan nalar. Kemampuan nalar adalah unsur kunci bagi proses pendidikan yang antisipatif terhadap tantangan masa depan. Artinya, pembelajaran sejarah tidak akan mampu menjadikan peserta didik peka terhadap masa kini, dan terutama masa depan. Perspektif baru lainnya adalah pendekatan kreatif dalam pembelajaran sejarah. Pendekatan kreatif diarahkan sebagai pendekatan yang akan mampu mengembangkan kreativitas, pemikiran kreatif, dan pada akhirnya bermuara pada prilaku kreatif. Kretivitas perlu dikembangkan karena mencerminkan perwujudan diri, memupuk kemampuan berpikir divergen, memberi kepuasan dan dapat meningkatkan kualitas diri. Dengan kata lain, pembelajaran sejarah pada pendekatan ini, merupakan keterpaduan antara kemampun kognitif dengan kemampuan afektif, dimana merupakan hal yang sangat fundamental, sebab kehilangan salahsatunya apalagi keduanya sulit menjadikan sejarah menjadi mata pelajaran menarik dan dibutuhkan[12].

Berdasarkan hal tersebut, jelas bila pembelajaran sejarah lebih menekankan pada analisis dibandingkan dengan fakta sejarah, maka akan membuat peserta didik memiliki pemikiran kreatif, divergen yang pada dasarnya dapat menumbuhkan kegembiraan dan kebahagiaan, sebab ia dapat melahirkan kombinasi-kombinasi baru sebagai ciri kreativitas. Keadaan ini, dapat diawali dalam pelukisan sejarah oleh guru dengan menggunakan eksplanasi metodologis yang ilmiah, sekaligus analitis. Metodologi individualis dapat menjelaskan bagaimana perlawanan dan alam pikiran tokoh sejarah, misalnya perjuangan pangeran Diponegoro dan Sukarno. Untuk lingkup yang lebih luas, seperti perubahan sosial masyarakat karena proses industrialisasi sejak tahun 1870 di Indonesia, dapat mempergunakan metodologi holis. Sedangkan kombinasi dari keduanya, dikenal dengan metodologi strukturis. Sebuah usaha analitis dalam menjelaskan masa lalu, dengan memperhatikan tindakan individu dalam konteks tertentu, sekaligus menjelaskan struktur yang mempengaruhi, baik secara individu juga masyarakat yang lebih luas[13]. Pendekatan kreatif seperti dijelaskan sebelumnya, dapat membuat materi yang kadaluarsa dapat teratasi dengan baik, sebab guru sejarah dituntut untuk senantiasa mengikuti dan tanggap terhadap perkemabangan terakhir. Pembelajaran sejarah yang tidak berinteraksi dengan situasi sosial saat diajarkan, tidak akan membawa manfaat yang besar.

Dengan demikian, pendekatan kreatif merupakan alternatif jawaban, terhadap prinsip pembelajaran yang bersifat progresif, sama halnya sebagai pilihan solusi yang ditawarkan pada paparan sebelumnya seperti, berpikir historis, proyek sejarah antara guru dan siswa, eksplanasi metodologi individualis, holis, dan strukturis, inquiry, dan pendekatan multidimensi.

BAB III PENUTUP

Pembelajaran sejarah, selalu menjadi salah satu faktor penemuan dan pembentukkan jatidiri serta identitas suatu bangsa. Keterkaiatan politik pemerintah yang berkuasa, akan selalu juga, melekat, namun bukan berarti sejarah terkontaminasi dengan politik, walaupun salah satu kekuatannya, secara negatif dimanfaatkan untuk melanggengkan suatu kekuasaan. Kerangka inilah yang juga bergerak pada level bawah, yaitu mempengaruhi proses pembelajaran di tingkat sekolah, khususnya SMA. Sejarawan yang mementingkan nilai-nilai keilmiahannya, seakan tidak mampu berbuat banyak oleh karena tuntutan kurikulum yang seringkali membatasi kreativitasnya. Namun demikian, KTSP yang bernuansa lokal, memberikan peluang besar untuk berkesempatan memberikan pembelajaran sejarah yang lebih profesional. Artinya adalah, mendidik siswa agar memiliki kemampuan berpikir sejarah agar responsif terhadap tantangan masa kini, dan masa depan.

Guna mencapai harapan tersebut, pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran di level SMA, memerlukan ketelitian sesuai dengan materi yang akan dibahas. Dengan diajak berpikir kreatif dan aktif dalam memahami sejarah, maka pembelajaran mata pelajaran sejarah menjadi lebih bermakna, baik untuk siswa, guru, bahkan pembentukan generasi di masa depan.


Daftar Pustaka

Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Leirissa, R.Z. 2007. Metodologi Sejarah. Makalah Bahan Perkuliahan S2 Pendidikan Sejarah PPs UNJ.

Lerissa, R.Z. Tanpa tahun. Filsafat Sejarah Spekulatif. Makalah Bahan Perkuliahan S2 Pendidikan Sejarah PPs UNJ.

Lerissa, R.Z. Tanpa tahun. Filsafat Sejarah Kritis. Makalah Perkuliahan S2 Pendidikan Sejarah PPs UNJ.

Nata, Abuddin (Ed.). 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Grasindo. Purwanto, Bambang. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesiasentris?!.Yogyakarta: Ombak.

Sirozi, Muhammad. 2007. Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan Antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Widja, I Gde. 1987. Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Depdikbud.

Wineburg, Sam. 2006. Berpikir Historis: Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu. Jakarta: YOI

http://suciptoardi.wordpress.com/2007/12/16/61/